Penyakit kusta dianggap sebagai monster yang menakutkan bagi wanita. Selain berpengaruh terhadap kondisi fisik, kusta juga bisa merusak mahkota kecantikan wanita. Karena karakteristik penyakit tersebut sangat merusak tubuh.
Penelitian World Health Organization (WHO) yang meneliti dampak kusta terhadap pria dan wanita pada sampel 202 pasien kusta di Brazil menyebutkan bahwa kusta memperburuk kesetaraan gender. Diagnosa kusta menyebabkan stigmatisasi diri lebih besar di kalangan wanita sehingga berdampak besar terhadap kegiatan mereka. Di samping itu, wanita juga sering menyembunyikan penyakit ini dari keluarga mereka.
Berbagai problem tersebut menyebabkan semua orang dengan kusta sulit keluar dari permasalahan yang dihadapi. Di sisi lain, ada tuntutan kemampuan untuk mandiri dalam mengatasi penyakit mereka.
Lalu, bagaimana wanita dengan kusta bisa tetap berkarya dan mandiri? Seperti apa strategi adaptif wanita dalam menjalani hidup bermasyarakat?
Saya bersama Komunitas Bloggercrony menghadiri talkshow yang diadakan oleh Ruang Publik KBR dan NLR Indonesia. Talkshow ini disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Berita KBR pada tanggal 30 Agustus 2023.
Talkshow dengan tema Wanita dan Kusta ini dipandu Rizal Wijaya selaku host dari KBR. Talkshow juga menghadirkan narasumber Yuliati yang juga menjadi Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta (PerMaTa) Sulawesi Selatan sekaligus orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).

Kisah Yuliati, Seorang Wanita yang Pernah Mengalami Kusta
Yuliati berasal dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Ia mengalami kusta pada tahun 2011 dan perlu waktu satu tahun untuk mencari informasi dan menyadari bahwa dirinya mengalami kusta.
Yuliati sempat menyembunyikan fakta terhadap keluarga dan juga putus kuliah. Kakak iparnya yang datang ke rumah menanyakan mengapa Yuliati putus kuliah. Yuliati akhirnya mengaku jika ia terkena kusta.
Yuliati kemudian diantar ke Puskesmas untuk diperiksa dan mulai berobat. Awalnya ia diagnosa Pausi Basiler (kusta kering/kuman sedikit) karena hanya mengalami bercak berukuran kecil dan mati rasa di ibu jari kaki. Dalam pemeriksaan lanjutan, Yuliati mengalami Multi Basiler (kusta basah/kuman banyak). Sehingga, pengobatan yang awalnya dijadwalkan 6 bulan harus ditambah menjadi satu tahun.
Yuliati memperkirakan dirinya tertular dari seorang saudara sepupunya yang pulang dari rantau. Saudara sepupunya memperlihatkan tanda-tanda kusta. Yuliati bertemu dengannya untuk mendengarkan pengalaman saat merantau.
Setelah mengetahui dirinya mengalami kusta, Yuliati sempat menyembunyikan diri. Ia khawatirkan jika penyakit yang diidapnya bisa menular ke orang lain. Bahkan, ia sempat ingin bunuh diri karena tidak bisa menerima kenyataan yang dialaminya.
Bangkit dari Keterpurukan
Rasa tidak percaya diri sempat dialami oleh Yuliati. Namun, ia mencoba bangkit dari keterpurukan tersebut ketika bergabung dengan PerMaTa Sulawesi Selatan.
“Saya sempat berpikir untuk apa saya memikirkan orang lain yang berpikiran negatif. Saya meyakinkan diri saya untuk terus maju, saya tidak boleh terus terpuruk seperti ini,” kata Yuliati.
PerMaTa merupakan organisasi dengan anggota orang yang sedang menjalani pengobatan penyakit kusta maupun OYPMK. Organisasi ini bertujuan memberikan dukungan dan semangat bagi OYPMK dan orang yang sedang menjalani pengobatan kusta.
PerMata juga memberikan edukasi dan sosialisasi tentang penyakit kusta. Tujuannya agar stigma negatif dan disinformasi terkait kusta bisa hilang, serta masyarakat lebih peduli dengan penderita kusta
Dengan bergabung ke dalam PerMaTa, Yuliati akhirnya menyadari jika ia bukanlah satu-satunya OYPMK. Melalui PerMaTa, Yuliati bisa merasakan senasib dan sepenanggungan dengan anggota organisasi lainnya. Hal inilah yang membuat Yuliati bisa bangkit kembali dan melawan stigma negatif yang ada di masyarakat terkait penyakit kusta.
Penutup
Penyakit kusta bisa disembuhkan, asalkan segera mendapatkan pengobatan secara tepat. Pengidap kusta tak perlu menyembunyikan diri, justru sebaliknya harus bersikap terbuka untuk mendapatkan pengobatan.
Keberadaan organisasi seperti PerMaTa sangat positif untuk membangkitkan rasa percaya diri orang yang mengalami kusta. Melalui informasi yang benar kepada masyarakat, maka stigma negatif kusta bisa dihilangkan. Sehingga, mereka yang mengalami kusta tetap bisa mandiri dan berkarya.