pertunjukan tari ramayana
Seni & Hiburan

Menyaksikan Teater Tari Ramayana

Teater tari Ramayana mengisahkan Ramawijaya dalam perjuangannya merebut Shinta. Ramawijaya mendapat bantuan dari para wanara berperang melawan raksasa-raksasa Alengka, dan berhasil mengalahkan Rahwana. Shinta pun bisa kembali ke tangan Ramawijaya.

Hari Selasa (4/2) jam 7 malam saya tiba di Gedung Kesenian Jakarta, belum banyak pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Saya menuju meja registrasi untuk mengambil tiket pertunjukan. Jam 7.30 malam, pintu ruang pertunjukan dibuka. Saya masuk dan mencari tempat duduk sesuai nomor kursi yang tertulis di tiket.

Jam 8.06 malam, pertunjukan dimulai. Lampu ruangan dipadamkan, dan narator memberikan penjelasan tentang teater tari Ramayana yang ditampilkan oleh Kridha Hambeksa. Ada 170 personil yang tampil malam tersebut.

Kridha Hambeksa sendiri merupakan organisasi yang menjadi simpul beberapa komunitas pecinta kesenian Jawa. Komunitas ini menjadi wadah bagi para seniman amatir yang berasal dari berbagai paguyuban, sanggar, dan pekumpulan kesenian yang ada di Jakarta. Latar belakang anggota komunitas ini beragam. Mulai dari dosen, karyawan swasta, ASN, pengusaha, pekerja sosial, ibu rumah tangga, hingga pensiunan.

Baca juga: Merayakan Pramoedya di Film Bumi Manusia

Pada pagelaran malam tersebut, turut ambil bagian para penari dan musisi dari Kridha Hambeksa, Kagama Beksan, Sekar Tanjung Dance Company, Alumni PSTK ITB, Alumni ISI Surakarta, Sanggar Seni Bulungan, dan komunitas lainnya. Ada pula penari anak-anak pemeran air, api dan wanara cilik melibatkan anak-anak asuh dari Rumah Piatu Muslimin, Panti Asuhan Griya Asih, dan Panti Asuhan Harapan Remaja.

Layar di panggung terbuka. Tari gambyong menjadi pembuka, yang dibawakan oleh 9 penari senior. Mereka mengenakan baju kebaya berwarna hijau tua dan kain jarik bermotif batik berwarna coklat. Tak ketinggalan, sehelai selendang kuning emas dipakai di pundak.

Tari gambyong lazim dimainkan sebagai pembuka acara-acara tertentu di masyarakat Jawa. Menurut sejarah, tarian ini berasal dari daerah Surakarta yang terus berkembang ke daerah Jawa lainnya. Tarian ini dahulu dibawakan untuk penyambutan para tamu kasultanan ataupun acara upacara adat keraton.

Usai sajian tari gambyong, masuklah para penari-penari cilik perempuan mengenakan pakaian bercorak modern berupa kaos lengan panjang berwarna putih yang dipadu dengan kain berwarna biru pada bagian dada ke bawah.

Seorang penari pria dewasa, yang tak lain memerankan sebagai Ramawijaya (Rama). Berada di antara penari-penari cilik tersebut. Di belakang mereka terbentang sebuah layar putih. Dengan sorot lampu yang ditembak dari belakang layar tersebut, nampaklah siluet dua sosok tokoh wayang kulit, yaitu Rama dan Shinta.

Baca juga: Menonton The Great British Circus

Adegan pembuka tersebut menggambarkan Ramawijaya yang tengah gundah hatinya. Ia berada di tepi lautan, di mana air laut dipersonifikasikan melalui penari-penari cilik berkain biru. Rahwana telah menculik Shinta, dan mereka berada nun jauh di sana di Kerajaan Alengka yang sulit dijangkau oleh Ramawijaya.

Berbagai upaya dilakukan, meski tidak mudah. Laut pun ditimbun dengan bebatuan agar Ramawijaya bisa menyeberang ke Alengka.

Kisah selanjutnya dari Ramayana ini tentu sudah kita pahami. Ramawijaya mendapat bantuan dari para wanara atau monyet/kera yang dipimpin oleh Hanoman, Anggada, Nila, Jembawan. Mereka berperang melawan raksasa-raksasa Alengka, dan berhasil mengalahkan Rahwana. Shinta pun bisa kembali ke tangan Ramawijaya.

Tak terasa, pertunjukan teater selama kurang lebih 2 jam berakhir. Di akhir acara, seluruh pemain masuk ke panggung. Beberapa dari mereka turun ke bangku penonton untuk memberikan salam. Meski pertunjukan telah berakhir, penonton tak segera beranjak meninggalkan ruangan. Panggung pun menjadi arena bertegur sapa dan selfie bagi para pemain dan penonton.

Saya sangat menikmati teater tari Ramayana malam itu. Tarian, tembang, seni peran, dan musik gamelan begitu apik tersaji dipadukan dengan tata lampu yang dominan berwarna biru dan merah.

Apresiasi layak diberikan kepada Kridha Hambeksa. Dengan latar belakang yang beragam dari para personil yang bukan hanya seniman, perlu kerja keras untuk mempersiapkan pagelaran seperti ini.

Hal lain yang membuat saya bersyukur yaitu ketika kesenian tradisional seperti teater tari Ramayana ini tidak hanya dimainkan dan diminati oleh orang dewasa saja. Ada milenial yang ikut menonton dan bahkan ikut bermain di pertunjukan tersebut. Setidaknya di tengah derasnya arus hiburan dan budaya modern yang terjadi secara global, masih ada anak-anak muda yang tetap mencintai budaya bangsa Indonesia.

Bagikan

24 thoughts on “Menyaksikan Teater Tari Ramayana”

  1. Wah, menarik!
    Dulu aku waktu kecil kalau pentas tari sering di GKJ. Emang banyak pertunjukan ya di sini.
    Pengen deh sesekali nonton teater gini juga, kayanya seruu 😀

  2. Wah senangnya bisa nonton langsung sendratari kayak gini
    Ini pertunjukannya dalam rangka apa ya mas?
    Atu memang sudah jadi agenda rutin di GKJ?
    Kapan-kapan aku juga pengen nonton nih

  3. Wah om Sam Leinad ternyata penikmat seni juga.. mantab.. smoga sendratari2 seperti ini makin banyak menjadi kesukaan masyarakat ya krn di luar negeri, yang gini malah yang dicari2.

  4. Aku pernah sekali-sekalinya nonton teater di Taman Ismail Marzuki waktu nonton bareng teman-teman kantor. Waduh beberapa hari ngomongin teater terus saking mengenanya.

  5. Ya ampun lama banget aku gak nonton pertunjukkan tari di gedung kesenian Jakarta, dulu sering banget karena mantanku anak IKJ dan emang aku sering minta dia nemenin nonton teater gitu.

  6. Saya belum pernah masuk ke dalam GKJ. Paling lewat aja. Gara-gara baca postingan ini saya jadi mampir ke website GKJ. Sayangnya artikel-artikel di sana kurang update. Malah lebih update di IG dengan tagar #gedungkesenianjakarta. Padahal bagus juga kan ya kalau di websitenya ada informasi tentang jadwal pentas setiap pertunjukkan. Termasuk pentas tari Ramayana ini

  7. Wah .. kita sama donk, suka nonton teater. Teater tuh ga kaya nonton film di bioskop, sensasinya beda. Juara gilanya – apalagi kalau settingan totalitas. Hanyut dala perasaan udah.

  8. Sejujurnya aku belum pernah nonton sendra tari di teater gini. Paling Tari Kecak di Uluwatu. Penasaran deh, membosankan ga ya untuk saya.

  9. Saya belum pernah nonton tari atau pertunjukan tentang Ramayana ini. Bagus dan menghibur banget yaaa… Suatu hari pingin nonton yang Ramayana Ballet di Candi Prambanan deh…

  10. Pengalaman yang seru sekali karena bisa menyaksikan sajian kisah Ramayana dalam tariam di GKJ. Senang bisa mampir ke mari.

  11. wah kangen momen pertunjukan gini, Di Bali nyaris selama 6 bulan ini tidak ada lagi, Seru memang nontonnya, banyak petuah yang di sampaikan khususnya untuk anak anak

  12. Yang seperti ini yang harus dilestarikan, ddan dikenalkan ke anak cucu. Supaya tahu, ini loh kesenian milik Indonesia. Kalau aku belum pernah nonton teater tari begini. Tapi kalau pas ada seni wayang pernah. hehehe

  13. Salut Mas dngan upaya pementasan seperti ini. Budaya lokal masih dirawat dan bahkan melibatkan kalangan millenial buat ikut mementaskannya. Aku belum pernah sih nonton langsung, padahal pengin kayak Sendratari Ramayana yang ada di Prambanan.

  14. ketika hiburan telah berpindah ke layar televisi, ternyata teater masih eksis ya. Meskipun belum pernah menonton pertunjukan langsung di panggung, sepertinya teater tari Ramayana ini benar-benar menarik

  15. Wah…kangen nonton kayak gini. Di Bandung belum pernah nih. Adanya wayang golek. Sendratari Ramayana engga ada. Adikku dulu pernah ikutan lho…Jadi api. Hehe…Masih anak-anak sih. Ceritanya di Sendratari Ramayana itu pas Alengka Obong. Bagus lah , kalau kesenian tradisional masih eksis.

  16. Dari dulu penginnnn banget nonton Sendratari Ramayana di Pelataran Prambanan. Eh belum keturutan sampai sekarang. Ternyata ada juga pertunjukan panggungnya ya. Dan menarik sekali karena pelakonnya dari berbagai kalangan. Jadi semakin optimis bahwa kebudayaan kita bakal tetap bertahan di tengah gempuran dunia digital.

  17. Kalo di prambanan jogja juga ada namanya ramayana ballet show, eksklusif sih ini memang, selain melestarikan budaya Indonesia, pementasan ramayana juga menarik untuk ditonton pertunjukkannya.

  18. Nah, yang kayak gini perlu dilestarikan. Semakin ke sini memang yang berbau tradisional itu semakin banyak kehilangan peminat apalagi di kalangan anak muda saat ini jadi patut disyukuri nih karena masih ada generasi milenial yg mau terlibat dalam pertunjukan tsb

  19. Kangen nonton pertunjukkan seperti ini lagi di ruangan tertutup. Huhu. Sesuatu yang mustahil dilakukan di zaman pandemi begini ya Mas. Kalau pun tetap diselenggarakan pasti tidak akan mendapat izin. Bagaimana dengan nasib para pementas ini sekarang ya?

  20. Belum pernah sama sekali ntn teater apalagi teater tari.

    Pdhal dlu dri SD smpe SMP aku jadi penari Jawa. Hahahhaa.. jiwa tari ku kemana yaaa..

    Kangen pgn liat org2 nari Jawa apalagi dipanggung teater begini .

    Pengalaman yg mengesankan kak

  21. Menyaksikan pagelaran seni teater begini memang asik
    Kadanhkadang malah berasa sakral
    Sayanhnya jarang nemu kesempatan bisa nonton

  22. Keren sekali, sayapun terhanyut dalam cerita singkat ini, membayangkan betapa bangganya jika saya bisa melihatnya langsung. Mungkin akan ada haru didalam sana, untuk Indonesia. Semoga budaya kita tidak dilupakan meski milenial yang meneruskan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *