Pekan Imunisasi Dunia (PID) diperingati setiap minggu keempat April. Peringatan PID tahun ini yang berlangsung pada tanggal 16-22 April 2023 menjadi momen untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya imunisasi.
Imunisasi merupakan upaya untuk meningkatkan kekebalan sesorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut, maka orang tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit yang ringan.
Pemberian imunisasi bisa berupa imunisasi program maupun imunisasi pilihan. Imunisasi program diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi baik orang tersebut maupun masyarakat disekitarnya. Sedangkan imunisasi pilihan diberikan sesuai kebutuhan seseorang dalam rangka melindunginya dari penyakit tertentu.
Ketika seseorang menerima imunisasi, maka akan terbentuk antibodi spesifik terhadap penyakit tertentu. Apabila cakupan imunisasi tinggi dan merata, maka akan membentuk kekebalan kelompok (herd immunity) serta melindungi kelompok masyarakat yang rentan.
Di Indonesia, cakupan imunisasi cukup baik. Capaian tersebut sempat mengalami penurunan saat terjadi pandemi beberapa waktu lalu.
“Pada 2020 target imunisasi sebanyak 92% sementara cakupan yang dicapai 84%. Kemudian pada 2021 imunisasi ditargetkan 93%, tetapi cakupan yang dicapai 84%.” (Sumber: kemkes.go.id)
Meski imunisasi penting bagi kekebalan tubuh, nyatanya pelaksanaan pemberian imunisasi mengalami beragam hambatan. Masih ada sebagian masyarakat yang ragu, bahkan menolak imunisasi. Karenanya, edukasi kepada masyarakat perlu terus ditingkatkan.
Imunisasi untuk Ibu Hamil
Di Indonesia, hukum pemberian imunisasi bersifat wajib. Hal tersebut dilandasi oleh UUD 1945 pasal 28B ayat 2 dan pasal 28H ayat 1, UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, serta UU Pemerintah Daerah No. 23 Tahun 2014.
Bagi ibu hamil, pemberian imunisasi juga diatur di dalam Permenkes No. 21 Tahun 2021 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
Peraturan tersebut dimaksudkan antara lain untuk mempersiapkan kehamilan dan persalinan ibu serta kelahiran bayi. Ibu hamil perlu mendapatkan beragam pelayanan, salah satunya ialah pemberian imunisasi.
Ada banyak penyakit yang bisa menyerang ibu hamil. Hal ini tidak hanya membahayakan kesehatannya, tetapi juga janin yang dikandungnya. Imunitas ibu menjadi benteng awal bagi bayi agar terlindungi dari penyakit yang membahayakan.
Ibu hamil yang menerima imunisasi, maka di dalam tubuhnya akan terbentuk antibodi yang akan diteruskan kepada janinnya. Imunisasi juga membantu melindungi tubuh ibu setelah melahirkan.
Berikut beberapa imunisasi yang perlu didapatkan oleh ibu sebelum hamil:
Vaksin MMR
Vaksin ini berguna untuk mencegah terjadinya penyakit campak, gondongan, dan rubella. Infeksi yang berasal dari salah satunya atau bahkan ketiganya ketika sedang hamil meningkatkan risiko terjadinya keguguran.
Vaksin varisela atau cacar air
Vaksin ini sebaiknya dilakukan sebulan sebelum program hamil. Namun, jika ibu sudah mengalami penyakit ini, imunisasi tidak perlu lagi dilakukan.
Sebagai catatan, vaksin MMR, cacar, hepatitis A, HPV, Pneumokokus, dan polio tidak boleh dilakukan saat telah hamil karena bisa berisiko pada janin.
Sementara itu, imunisasi yang sebaiknya ibu lakukan selama hamil, yaitu:
Vaksin flu
Flu atau influenza sering dianggap sepele. Padahal, ketika ibu hamil mengalaminya maka kesehatan tubuh akan terganggu. Bahkan, ibu tidak boleh asal mengonsumsi obat selama hamil karena bisa berdampak negatif pada janin. Karenanya, ibu mendapatkan imunisasi flu guna melindungi tubuh dari penyakit flu ini.
Vaksin hepatitis B
Ibu hamil yang mengidap hepatitis B berisiko menularkan kepada janin dalam kandungan. Segera lakukan vaksinasi hepatitis B setelah mengetahui ibu sedang hamil. Biasanya, vaksin ini dilakukan sebanyak 3 kali sepanjang usia kehamilan.
Vaksin Tdap atau tetanus, difteri, pertusis
Vaksin ini sebaiknya dilakukan pada trimester ketiga kehamilan guna mencegah terserang tetanus, difteri, dan pertusis selama hamil.

Persepsi Negatif tentang Imunisasi: Katanya vs Fakta
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pemberian imunisasi ialah masih adanya persepsi negatif tentang imunisasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh beragam isu dan mitos yang belum tentu terbukti kebenarannya.
Akibatnya, sebagian orang menjadi ragu. Bahkan, tidak jarang terbentuk kelompok masyarakat yang menentang imunisasi. Rumor terkait imunisasi, baik imunisasi untuk anak maupun ibu hamil antara lain:
- Katanya, imunisasi itu berbahaya
Beredar informasi yang mengutip ilmuwan yang bukan ahli vaksin, melainkan ahli statistic, psikolog, homeopati, bakteriologi, sajana hukum, dan lain-lain. Faktanya, sebagian besar mereka tidak mengerti vaksin, dan bekerja di era 1950-60an dengan sumber data yang kuno (tidak update).
- Katanya, terlalu banyak imunisasi tidak baik untuk sistem imun anak
Beredar mitos yang menyebutkan terlalu banyak memberikan imunisasi pada anak dapat melemahkan sistem kekebalan tubuhnya. Faktanya, imunisasi tergolong aman untuk sistem imun anak.
Sistem kekebalan tubuh bayi yang sehat mampu menerima imunisasi dengan baik. Bahaya imunisasi pada dasarnya hanya sebatas efek samping ringan yang tidak membahayakan, seperti nyeri di lokasi suntikan dan demam ringan. Namun, pemberian imunisasi sebaiknya tetap berlandaskan pada jadwal yang telah ditentukan dokter.
- Katanya, influenza hanya penyakit sepele dan vaksin influenza tidak terlalu efektif
Beredar informasi yang menyebutkan influenza hanya penyakit sepele sehingga vaksin influenza tidak terlalu efektif. Faktanya, influenza merupakan penyakit serius dan menyebabkan 300 ribu hingga 500 ribu kematian setiap tahun di seluruh dunia.
Orang yang memiliki tingkat kesehatan kurang (ibu hamil, anak-anak, lansia) atau siapa pun dengan penyakit kronis seperti penyakit jantung dan asma, lebih berisiko mengalami infeksi serius dan mematikan. Memberikan vaksinasi kepada ibu hamil akan melindungi bayi yang akan dilahirkan.
- Katanya, vaksin MMR menyebabkan autisme
Beredar rumor yang menyebutkan dr. Wakefield membuktikan vaksin MMR (Mumps, Measles, dan Rubella) menyebabkan autisme. Faktanya, Wakefield bukan ahli vaksin melainkandokter spesialis bedah. Penelitian yang dilakukannya pada tahun 1998 hanya menggunakan 8 sampel.
Setelah diaudit oleh tim ahi, terbukti ada kesalahan prosedur yang dilakukan Wakefield. Sehingga kesimpulannya salah dan izin praktiknya pun dicabut. Hal ini diumumkan di Majalah British Medical Journal, Februari 2011.Penelitian-penelitian lain di banyak negara dengan ratusan hingga jutaan sampel menyimpulkan jika autisme tidak disebabkan oleh vaksin MMR.
- Katanya, imunisasi DPT menyebabkan kematian mendadak pada bayi
Beredar mitos terkait imunisasi DPT yang menyebabkab sindrom kematian mendadak pada bayi (SIDS atau Sudden Infant Death Syndrome). Faktanya, ketakutan ini tidak beralasan, sebab tidak ada hubungan antara imunisasi DPT dengan kejadian SIDS.
Imunisasi DPT penting diberikan kepada bayi. Penyakit batuk rejan (pertusis), tetanus, serta difteri dapat menyerang bayi bila tidak segera mendapatkan imunisasi DPT.
- Katanya, etil mekuri pada vaksin tidak aman
Beredar rumor jika etil merkuri pada vaksin tidak aman (zat kimia yang bisa menimbulkan kerusakan pada otak). Faktanya, 20 epidemiolog melalui penelitiannya tidak sependapat dengan pernyataan tersebut. Jumlah total etil merkuri pada vaksin sekitar 2 mcg/kgbb/minggu, jauh di bawah batas aman WHO sebesar 159 mcg/kgbb/minggu.
- Katanya, vaksin mengandung zat haram atau najis
Faktanya, beberapa vaksin telah mendapatkan sertifikat halal. Sebanyak 136 negara telah menggunakan vaksin dari PT Biofarma, 50 negara di antaranya ialah negara Islam.
- Katanya, vaksin yang dipakai di Indonesia buatan Amerika
Faktanya, sebagian besar vaksin untuk Imunisasi Program dibuat oleh PT Biofarma di bandung dengan 98% karyawan muslim. Proses penelitian diawasi secara ketat oleh ahli vaksin dari BPOM dan WHO.
- Katanya, imunisasi hanya dilaksakanan di negara muslim dan miskin
Ada pula rumor yang menyebutkan imunisasi hanya dilaksakanan di negara muslim dan miskin agar menjadi bangsa yang lemah. Faktanya, 194 negara maju, negara non-muslim dengan tingkat ekonomi tinggi juga melakukan vaksinasi. Justru, bangsa dengan cakupan imunisasi menjadi lebih kuat.
- Katanya, ada microchip dalam vaksin untuk melacak seseorang
Ada juga rumor mengenai adanya microchip dalam vaksin yang memungkinkan pemerintah atau pihak tertentu untuk melacak seseorang orang-orang yang telah divaksin. Faktanya, tak satu pun vaksin yang terdapat microchip seperti yang dimaksudkan tersebut.
PID sebagai Momen Mengedukasi Masyarakat mengenai Pentingnya Imunisasi
Adanya rumor yang tidak sesuai fakta menjadi tantangan tersendiri bagi keberhasilan imunisasi. Akibat persepsi yang keliru, masih ada ibu-ibu hamil yang enggan menerima imunisasi untuk kesehatan dirinya dan janin yang dikandungnya.
Edukasi perlu diberikan kepada masyarakat. Ini menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari pemerintah, petugas kesehatan, tokoh masyarakat, pemuka agama, hingga influencer media sosial dan blogger.
Teknologi digital yang berkembang pesat telah menjadi sarana penyebaran informasi. Sayangnya, informasi palsu atau hoaks juga beredar melalui platform digital seperti website dan media sosial.
Terkait konten yang berisi informasi tidak benar atau hoaks, pemerintah melalui kementerian terkait telah dan terus melakukan pemblokiran.
Sementara itu, masyarakat bisa melalukan beberapa langkah saat menerima sebuah informasi. Pertama, cari kebenaran dari setiap informasi yang diterima guna mencegah hoaks. Kedua, abaikan atau langsung hapus informasi jika itu adalah hoaks. Ketiga, tegur oknum yang terbukti menyebarkan hoaks. Dan keempat, laporkam oknum yang menyebabkan hoaks.
Yuk, jadikan Pekan Imunisasi Dunia (PID) sebagai momentum yang tepat untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya imunisasi, sehingga cakupan imunisasi tinggi! Karena cakupan imunisasi yang tinggi akan menentukan generasi masa depan yang sehat dan berkualitas.