Apakah benar kusta dan disabilitas identik dengan kemiskinan
Sehat

Benarkah Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan?

Kusta dan disabilitas identik dengan kemiskinan, benarkah? – Data Kementerian Kesehatan RI menyebutkan, per tanggal 24 Januari 2022 jumlah kasus kusta di Indonesia sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Di tahun 2021 tercatat 6 provinsi dan 101 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta.

Hal ini mengindikaskan adanya keterlambatan penemuan dan penanganan kusta serta ketidaktahuan masyarakat tentang tanda kusta serta stigma terhadap penyakit tersebut membuat kesadaran untuk memeriksakan diri orang dengan gejala kusta menjadi rendah. Ini berakibat penularan kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta menjadi tinggi.

Dikutip dari laporan catatan akhir tahun formasi disabilitas, dalam banyak cerita pengalaman OYPMK (orang yang pernah mengalami kusta) berinteraksi dengan orang banyak, pengabaian sering dihadapi dengan berat hati. Banyaknya pihak pengabai pemisahan ruang penghidupan antara orang yang sedang mengalami atau pernah mengalami kusta dengan orang yang tidak mengalami kusta seakan menjadi tindakan yang sudah seharusnya.

Hal tersebut semakin menguatkan bahwa permasalahan psikologis, sosial, hingga ekonomi pada OYPMK masih menjadi masalah yang kompleks. Ketidakpercayaan diri juga membuat mereka sulit untuk kembali ke masyarakat. Pengabaian dan pemisahan ruang penghidupan menjadi sekat untuk OYPMK dan disabilitas mencapai taraf hidup yang inklusif dan lingkungan inklusif hanya akan menjadi impian belaka. 

Lantas, bagaimana upaya pembangunan inklusi disabilitas dan OYPMK serta gambaran kondisi ekonomi dan sosial di masyarakat saat ini? Benarkah kusta identik dengan kemiskinan? Upaya apa yang dilakukan oleh berbagai lembaga dalam pemenuhan hak ekonomi dan seperti apa tantangan yang dihadapi?

Talkshow Ruang Publik KBR

Untuk membahas hal tersebut, Ruang Publik KBR didukung oleh NLR Indonesia mengadakan talkshow dengan tema “Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan, Benarkah?” pada hari Rabu, 28 September 2022. Acara ini disiarkan melalui jaringan radio KBR dan kanal Youtube.

Narasumber acara yaitu Sunarman Sukamto, Amd. (Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP)) dan Dwi Rahayuningsih (Perencana Ahli Muda Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas), serta Debora Tanya sebagai host acara.

Bapak Sunarman mengungkapkan bahwa dalam 10 tahun terakhir Indonesia masih tetap ranking 3 dunia mengenai angka kasus aktif kusta. Upaya pemerintah selama ini masih dominan pada upaya kesehatan, belum ada upaya intensif dan kolaboratif lintas kementerian lembaga dan daerah untuk mengatasi. 

Kusta tidak hanya isu kesehatan. Kusta identik dengan kemiskinan, dan kemiskinan itu juga multidimensi. Bukan hanya isu kesehatan dan sosial, tetapi juga isu ekonomi, lingkungan, dan lainnya.

Saat ini telah ada upaya dan kesadaran bersama bahwa isu kusta harus didekati dengan multidimensi, kerja sama kolaborasi lintas sektor, lintas kementerian lembaga dan pemerintah daerah, termasuk melibatkan disabilitas dan OYPMK. Karena merekalah yang menjadi agen-agen perubahan supaya kusta tidak identik dengan kemiskinan.  

Saat ini sedang dibahas road map bagaimana bukan hanya eiminasi tapi juga eradikasi kusta di Indonesia baik dari aspek kesehatan maupun non-kesehatan. Presiden RI menegaskan bahwa paradigma negara kepada penyandang disabiltas adalah paradigma HAM, bukan lagi paradigma charity atau belas kasihan. Karenanya, isu disabilitas dilekatkan dengan isu HAM. Kedeputian V KSP diberikan mandat untuk memastikan perlindungan dan penegakan HAM kepada disabilitas, termasuk disabilitas karena kusta. 

Ibu Dwi Rahayunungsih mengungkapkan, belum banyak data spesifik yang menggambarkan disabilitas kusta. Sesuai UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, ragam disabilitas mencakup kategori fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik. Pemerintah pun melakukan pendataan berdasarkan kategori disabilitas tersebut. Penyandang kusta masuk pada kategori disabilitas fisik. Penyandang disabilitas fisik pada tahun 2021 bejumlah 3,3 juta. 

Tingkat kemiskinan nasional tahun 2021 sebesar 10,14%, sedangkan kemiskinan untuk penyandang disabilitas fisik sebesar 15,26%. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan penyandang disabilitas lebih besar daripada yang bukan penyandang disabilitas.

Kusta dan Disabilitas Identik dengan Kemiskinan? 

Ibu Dwi mengungkapkan, stigma terhadap disabilitas membatasi kontribusi mereka pada aktivitas sosial dan produktif. Hal ini juga berpengaruh terhadap akses pendidikan, ketenagakerjaan, dan kewirausahaan. Ketika mereka berwirausaha dan mengakses modal dari lembaga keuangan, juga masih terjadi diskriminasi. Hal inilah yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan dari penyandang disabilitas.

Sedangkan menurut Bapak Sunarman, faktanya kasus kusta yang terjadi identik dengan daerah yang masih menjadi kantong kemiskinan. Ketika seseorang terkena kusta dan diketahui oleh keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat, karena pemahaman kusta yang belum baik, maka sikap masyarakat cenderung memisahkan ruang hidup dan penghidupannya.  

Di waktu lampau, bahkan ada kampung-kampung kusta untuk menjauhkan penyandang kusta dari pemukiman masyarakat. Sampai sekarang, sisa-sisa perilaku atau keyakinan tersebut masih ada. Inilah yang perlu ditangani. 

Pemerintah, keluarga, dan masyarakat perlu memberdayakan penyandang disabilitas, termasuk penyandang disabilitas kusta. Penyandang disabilitas diberikan motivasi, pengetahuan, dan keterampilan. Aspek sosial dan ekonomi perlu diperhatikan.

Di sisi lain, perlu adanya advokasi agar program anggaran juga berpihak kepada penyandang disabilitas. Hal inilah yang dilakukan Bappenas untuk memastikan dokumen perencanaan penganggaran bisa inklusif disabilitas. 

Perlu ada kesadaran bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat bahwa tidak boleh terjadi lagi pengabaian terhadap penyandang disabilitas. Dalam proses pembangunan, penyandang disabilitas sebagai stake holder atau pemegang hak yang menjadi subjek. Bappenas bahkan telah menjaring beberapa organisasi disabilitas di seluruh Indonesia untuk masuk dalam skema partisipasi rencana aksi nasional dan daerah.

Pemberdayaan perlu diikuti dengan dibukanya kesempatan. Jika diberdayakan saja tanpa ada kesempatan yang dibuka, maka tidak akan ada artinya. Sebaliknya jika kesempatan dibuka tetapi penyandang disabilitas tidak diberdayakan, maka juga sia-sia. 

Program Penanggulangan Kemiskinan bagi Penyandang Disabilitas

Ada beberapa program yang telah dilakukan Kementerian Sosial. Pertama, bantuan sembako. Dalam penyalurannya, dinas sosial dan pemerintah daerah membuat shelter eks kusta antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. 

Kedua, rencana aksi nasional penyandang disablitas. Ada 7 sasaran strategis di dalamnya, dan ada 1 sasaran strategis yang secara spesifik mengatur bagaimana peningkatan pemberdayaan masyarakat termasuk kesejahteraan untuk penyandang disabilitas.

Dalam rencana aksi nasional penyandang disablitas tersebut ditekankan bagaimana peningkatan cakupan program kesejahteraan sosial untuk penyandang disabilitas. Yaitu dengan memperluas jangkauan bantuan sosial dan perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan, dan lain-lain. 

Juga dengan memberikan kuota minimum untuk perusahaan dan pemerintah, termasuk BUMN dan BUMD untuk mempekerjakan disabilitas. Untuk perusahaan swasta, kuota minimum 1%. Sedangkan untuk pemerintah, BUMN, dan BUMD kuota minimum 2%.

Selanjutnya ada program untuk peningkatan layanan inklusif untuk disabilitas. Selain memastikan penyandang disabilitas dapat mengakses layanan keuangan untuk kegiatan konsumsi, juga mengakses permodalan. 

Kemudian program return to work. Ketika seseorang bekerja mengalami kecelakaan dan menjadi disabilitas, program return to work memastikan penyandang disabilitas untuk tetap bekerja di perusahaannya. 

Selain itu, juga mendorong perusahaan swasta melalui CSR-nya untuk melakukan program yang bisa meningkatkan pemberdayaan disabilitas. Misalnya dengan memberikan pelatihan, kewirausahaan, manajemen, dan lainnya. Sehingga, penyandang disabilitas punya kesempatan dan kapasitas yang lebih baik untuk berwirausaha secara mandiri.

Semoga informasi di atas bermanfaat bagi para pembaca untuk mengetahui apakah kusta dan disabilitas identik dengan kemiskinan.

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *