Pustaka

Buku “Titik Nol, Makna Sebuah Perjalanan” Karya Agustinus Wibowo

[ A+ ] /[ A- ]

Jika ditanya soal buku tentang perjalanan yang membuat terkesan, maka saya akan menyebut “Titik Nol, Makna Sebuah Perjalanan” karya Agustinus Wibowo sebagai jawabannya. Buku ini tak sekadar bercerita tentang destinasi, tetapi juga kisah-kisah orisinil yang dialami oleh penulisnya.

Agustinus Wibowo adalah seorang travel writer dan fotografer. Ia memulai perjalanan besarnya dari Beijing dan bermimpi untuk mencapai Afrika Selatan melalui jalur darat. Ia melintasi Himalaya, Asia Selatan, Afghanistan, Iran, dan republik-republik bekas Uni Soviet di Asia Tengah. Ia bahkan sempat tinggal selama tiga tahun di Afghanistan.

Buku Titik Nol diterbitkan pada tahun 2013 oleh Gramedia Pustaka Utama dan menjadi buku ketiga setelah ‘Selimut Debu’ dan ‘Garis Batas’. Saya membeli trilogi tersebut pada tahun 2015, dan memilih Titik Nol untuk saya baca terlebih dahulu.

Kisah Ibu dan Anak Laki-Lakinya

Perlu banyak waktu bagi saya untuk membaca buku ini. Bab pertama bertutur tentang kepulangan Agustinus ke Indonesia setelah sepuluh tahun berada di luar negeri. Ia pulang karena mamanya sakit.

“Buat apa kamu datang jauh-jauh dari Beijing?” Suara itu begitu serak, terbata.

“Tak apa, Ma,” kuusap rambutnya yang menipis. “Semua demi Mama. Sudah mendingan?”

“Usus Mama cuma lengket. Kamu tak perlu pikirkan, sebentar juga sembuh.”

Aku tersenyum kecut. Usus lengket! Tak ada dari kami yang tega memberitahu bahwa penyakitnya jauh lebih serius daripada sekadar usus lengket.

“Kamu bawa minyak itu?”

“Iya. Ini, Ma. Minyak parafin dari rumah sakit di Beijing, Buat melancarkan usus,” kataku, menyerahkan botol berisi air bening. Aku sudah mafhum, minyak ini tanpa guna. Tapi dia percaya, minyak ini penuh mukjizat. Cairan ini hanya untuk melipur permintaan yang sangat tak berharga dari seorang ibunda yang tengah berjuang di garis batas hidup-mati.

Dialog antara Agustinus dan mamanya pada bab awal ini menyentuh saya secara personal. Waktu itu saya baru saja kehilangan ibu saya. Beliau meninggal dunia pada tahun 2014, dan ini menjadi salah satu titik nol atau titik terendah dalam kehidupan saya.

Saya segera berhenti membaca di bab pertama ini, bab yang kembali mengingatkan saya kepada mendiang ibu. Berminggu-minggu lamanya saya tak menyentuh buku itu. Setelah bisa menata hati, barulah saya lanjutkan ke bab-bab berikutnya.

Kisah Orisinil dan Storytelling Menawan di Buku Titik Nol

Bab berikutnya mengisahkan perjalanan Agustinus ke berbagai negara, dimulai dari China. Setiap perjalanan ke suatu tempat, ia tulis secara mendalam. Agustinus banyak berkisah tentang orang-orang yang ia temui. Seperti ketika ia ada di Xinjiang, sebuah daerah di China, dan bertemu orang-orang etnis Uyghur dalam gerbong kereta.

Uyghur sendiri adalah bangsa yang dibesarkan perjalanan. Dari nenek moyang mereka di Siberia sana, terus berpindah selama ribuan tahun hingga ke tanah Turkistan. Dari pemuja Buddha hingga menjadi pengikut Muhammad, dari pencipta huruf Mongol sampai menjadi pengguna alif-ba-ta alfabet Arab. Dari bangsa pengembara dan penakluk, sampai menjadi etnis minoritas yang meredup di sudut negeri China. Mereka telah melewati begitu kontrasnya drama perjalanan.

Pertemuan Agustinus dengan orang-orang Uyghur itu mengajak pembaca ikut merasakan kegundahan Agustinus tentang minoritas. Kegundahan yang dirasakan oleh etnis Uyghur di China. Kegundahan Agustus yang beretnis Chinese yang ada di Indonesia.

Kisah-kisah mendalam juga dituliskan Agustinus saat berada di Tibet, Nepal, India, dan Pakistan. Ia bertemu dengan banyak orang yang berbeda latar belakang, kebiasaan, karakter, dan kebiasaan. Kisah-kisah yang membuka pandangan baru tentang kehidupan.

Di bagian akhir, Agustinus menuliskan bagaimana perasaannya saat mamanya meninggal dunia. Ia membawa pembaca untuk mengetahui apa titik nol itu. Begitu menyentuh!

Buku Titik Nol bukanlah buku perjalanan biasa. Kekuatannya ada pada kisah yang orisinil dan storytelling yang menawan. Beberapa foto berwarna pada buku ini ikut memperkuat cerita yang ditulis oleh Agustinus.

Akhir kata, tak berlebihan apabila saya menyebut Titik Nol sebagai sebuah buku perjalanan yang begitu menarik. Saking menariknya buku ini, sampai-sampai Netflix mengadaptasinya menjadi sebuah film berjudul sama. Film ini dibintangi oleh Denny Sumargo dan rencananya akan ditayangkan pada tahun 2024 ini. Jadi penasaran mau nonton, nih!

Bagikan

1 thought on “Buku “Titik Nol, Makna Sebuah Perjalanan” Karya Agustinus Wibowo”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *