tenun pulau rote
Destinasi

Kain Tenun dan Sasando dari Rote

[ A+ ] /[ A- ]

Kain Tenun dan Sasando dari Rote – Tiap daerah di Indonesia memiliki budaya yang khas, termasuk benda-benda tradisional. Salah satu benda tradisional bisa berupa kerajinan tangan yang dibuat oleh masyarakat lokal. Saat berkunjung ke daerah tersebut, belum lengkap jika kita tidak menyambangi tempat pembuatan kerajinan tradisional yang ada.

Berkunjung ke Pulau Rote, ada beberapa hasil kerajinan yang bisa dibeli sebagai buah tangan. Misalnya kain tenun Rote. Tak jauh dari tempat kami menginap di Desa Nemberala, Kecamatan Rote Barat, ada salah satu tempat pembuatan kerajinan tenun khas Rote.

Siang itu kami menyambangi sebuah tempat di tepi jalan Nemberala. Bangunannya semacam pendopo terbuka. Tiang-tiang dari kayu menopang rangka di atasnya, dan pada rangka tersebut diikatkan anyaman daun lontar sebagai penutup atau atap bangunan.

Dua orang wanita tengah mengerjakan sebuah kain tenun dengan bantuan alat tenun sederhana dari bilah-bilah kayu sedemikian rupa. Satu dari wanita tersebut duduk di tengah-tengah alat tenun sambil mengerjakan tenunan, sedangkan yang satu lagi membantu di sampingnya. Beberapa orang lain sedang beristirahat dan tidur siang. Ada pula anak-anak yang bermain.

Pada tali-tali yang diikatkan di tiang bangunan, dipajang kain-kain tenun yang sudah jadi. Warna hitam menjadi warna dasar dari kain tenun Rote tersebut, dengan motif atau corak berwarna merah, biru, putih, dan warna lainnya.

Kain-kain tenun tersebut memiliki ukuran yang beragam, yang pengerjaannya memakan waktu berbeda-beda. Kain tenun berukuran paling kecil, seukuran selendang dengan lebar sekitar 50-60 cm dan panjang sekitar 2 meter, membutuhkan waktu 1 minggu pengerjaannya. Kain seukuran ini dijual dengan harga 100 ribu rupiah. Sedangkan kain yang paling besar (lebar sekitar 1,5 – 2 meter), bisa membutuhkan waktu pengerjaan selama 1 bulan dan dijual dengan harga 500 ribu rupiah.

Kain tenun ikat Rote telah ada sejak ratusan tahun silam. Keahlian menenun menjadi keahlian yang wajib dimiliki oleh seorang wanita di Rote. Untuk mengukur kedewasaan wanita Rote, tak hanya dilihat dari usia saja tetapi juga dari kemampuannya mengikat motif, mencelup dan menenun. Jika keahlian tersebut sudah dikuasai, maka wanita tersebut dianggap pantas untuk menikah.

Sebelum mengenal zat pewarna dari produk industri, masyarakat Rote menggunakan pewarna alami seperti mengkudu, tarum, kunyit, dan sebagainya. Saat ini, pengrajin tenun Rote lebih banyak menggunakan zat pewarna buatan dibanding pewarna alami.

Kain tenun Rote tidak hanya digunakan sebagai pakaian sehari-hari saja, tetapi juga dipakai dalam acara-acara adat seperti perkawinan dan kematian. Dalam upacara perkawinan adat Rote, kain tenun digunakan sebagai  kelengkapan busana pengantin, barang antaran dan penutup tempat sirih saat meminang calon mempelai perempuan. Saat upacara kematian, kain tenun dipakai untuk menutup jenazah.

Selain kain tenun, kerajinan tradisional lainnya dari Pulau Rote adalah sasando. Sasando merupakan alat musik tradisional, berupa senar atau dawai yang diikatkan pada sebilah bambu dan dilingkupi oleh anyaman daun lontar sebagai ruang resonansi suara.

Daun-daun lontar tersebut dipilih dari daun yang masih muda, yang bentuknya masih kuncup dan belum mekar di pohonnya. Daun-daun tersebut kemudian dianyam menjadi bentuk seperti setengah bola, yang dinamakan dengan haik.

Haik sendiri tidak hanya berfungsi sebagai bahan pembuatan sasando. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Rote tempo dulu, haik digunakan sebagai alat untuk menampung air, seperti ember. Jadi haik tersebut memang memiliki kekuatan yang cukup bagus. Haik yang digunakan pada sasando, bisa bertahan hingga 5 tahun.

Sasando memiliki keistimewaan tersendiri. Harpa, piano, dan gitar bisa jadi menjadi temuan paling bersejarah dan berarti dalam dunia musik, namun pada sasandolah kombinasi suara dari tiga alat musik tersebut bisa terdengar.

Alat musik sasando sudah ada sejak abad ke-7, tapi sampai saat ini baru bisa dimainkan segelintir orang. Selain itu, tidak banyak pula orang yang membuat alat musik khas Rote tersebut. Salah satu orang yang masih membuat sasando yaitu Bapak Hance yang tinggal di Desa Lalukoen, Kecamatan Rote Barat Daya. Namun, ia hanya membuat sasando jika ada pesanan saja. Untuk membuat satu buah sasando dengan 10 senar, beliau membutuhkan waktu 2 hari untuk pengerjaannya.

Selain memiliki kehalian membuat sasando, Bapak Hance juga mahir memainkannya. Saya sempat merekam beliau dan mengunggah ke IGTV. Bapak Hance sering diundang ke Jakarta dalam rangka pameran kerajinan tradisional, dan mendemonstrasikannya (memainkan sasando).

Sasando dimainkan dengan dua tangan dari arah berlawanan, kiri ke kanan dan kanan ke kiri. Tangan kiri berfungsi memainkan melodi dan bas, sementara tangan kanan bertugas memainkan accord. Sasando di tangan pemain ahlinya dapat menjadi harmoni yang unik.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan jika membeli sasando sebagai oleh-oleh yaitu bagaimana cara membawanya selama perjalanan. Perlu kehati-hatian agar sasando ini bisa selamat sampai tujuan. Misalnya saat dalam perjalanan dari Rote-Kupang-Jakarta dengan menggunakan pesawat terbang.

Jika ingin meletakkan sasando di bagasi (kabin), harus diperhatikan posisinya di antara barang-barang lainnya. Sasando jangan ditindih atau dihimpit oleh koper atau barang lain. Selain itu juga perlu diperhitungkan saat pesawat dalam posisi take off atau landing, ada kemungkinan sasando akan terdesak oleh barang-barang yang lain. Cara terbaik untuk membawa sasando yaitu dipangku saja oleh penumpang selama perjalanan tersebut.

Bila kita tengah berkunjung ke Rote, kain tenun dan sasando ini bisa menjadi oleh-oleh khas yang kita bawa.

Bagikan

12 thoughts on “Kain Tenun dan Sasando dari Rote”

  1. Kain Tenun sangat cantik… pilihan warna dan proses pembuatannya pun luarbiasa, no wonder kalo kain ini selembar dijual jadi mahal banget ya harganya

  2. Kuy lestarikan terus salah satu budaya Indonesia yaitu sasando, agar generasi milenial pun selalu ingat dan tahu ada alat musik keren khas Indonesia

  3. Kain-kainnya cantik sekali. Motif khas pulau Rote selalu nancep di hati
    Btw aku suka banget dengar alunan musik sasando
    Menenangkan dan terasa membawa kita melayang

  4. Senang banget kalau baca tulisan gini apalagi yang angkat kekayaan hasil satu daerah gini. Luar biasa ya kak.

    1. Ibuku banget nih, setiap habis traveling, yang dijadiin oleh-oleh pasti kain khas daerahnya. Terus dijahit jadi bawahan, atau jadi outer 😀

  5. Pulau Rote salah list liburan wajib kalo ke Indonesia Timur, keren banget Kak ulasannya.

    1. Aku suka nggak tahan kalo liat kain-kain tradisional gitu, pingin ngoleksi.. 😀 Wajar harganya pun segitu ya, butuh waktu lama untuk bikinnya.. Nah, iya bingung juga kalo beli sasando dibawa pulangnya gimana..

  6. Kain Nusantara banyak banget, setiap daerah punya keunikan sendiri sendiri. Btw saya baru tau ada kain Sasando, harganya ya masuk akal ya mas

  7. Kalau saya tertarik dengan kainnya. Harganya sepadan lah sama kualitas dan waktu pengerjaannya

  8. Kain tenun menurutku selalu cantik dan memiliki ciri khas yang cantik bagi Indonesia. Soalnya aku punya beberapa hasil jajan suami kalau keluar kota dan titip beli deh. Dulu mah aku males banget koleksi kain tenun, sekarang jadi senang sekali punya kain tenun.

  9. Oohhhh baru tau ruang resonansinya anyaman dari daun lontar.

    Kok bisa nyaring suaranya ya? Indonesia memang kaya budaya.

  10. wah pulau Rote memikat hati saya nih, doakan bisa mengunjunginya suatu hari nanti 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *