Imunisasi, saya pertama kali mengenal kata ini ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Saya masih ingat setiap anak sekolah disuntik vaksin polio. Tahun 1980-an dulu memang sempat terjadi wabah polio, ada banyak anak yang kakinya tidak tumbuh dengan baik karena terkena penyakit ini.
Upaya pemerintah untuk memberantas polio tak sepenuhnya berjalan lancar. Sebagian masyarakat bersikap resistan terhadap vaksinasi polio ini. Ada beberapa orang yang berpendapat jika vaksinasi malah akan membuat anak-anak jadi sakit.
Pandangan tidak benar tersebut muncul karena kurangnya informasi terkait vaksin. Kerja keras pemerintah yang gencar mengedukasi masyarakat lambat laun mampu mengubah pandangan keliru tersebut.
Belum ada media sosial saat itu. Bahkan televisi atau radio masih menjadi barang yang tidak dimiliki semua orang. Kampanye mengenai vaksinasi lebih banyak dilakukan melalui tatap muka langsung. Aparat pemerintah dan tenaga medis memberikan penyuluhan di kantor desa, sekolah, atau tempat apa saja di mana warga bisa berkumpul.
Upaya tersebut membuahkan hasil, polio bisa diatasi. Vaksinasi menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Tidak hanya terhadap polio, tetapi juga penyakit lain seperti cacar, campak, difteri, tetanus, dan yang lainnya.
Pandemi COVID-19
Sekitar empat puluh tahun kemudian, dunia tiba-tiba terdisrupsi oleh wabah COVID-19. Penyakit ini muncul di Tiongkok di akhir tahun 2019 lalu menyebar secara cepat ke seluruh dunia. Kasus pertama di Indonesia terjadi pada Maret 2020.
Karena penyakit baru, maka belum ada vaksin untuk mencegah penularan virus. Seluruh dunia berpacu dengan waktu untuk mencegah berkembangnya penyakit ini sambil terus berupaya menemukan vaksin.
Pandemi ini pun menimbulkan dampak signifikan secara sosial dan ekonomi. Aktivitas kantor, pertokoan, pasar, hingga sekolah tutup, digantikan dengan work from home dan school from home.
Hari raya keagamaan sementara waktu juga dilaksanakan dengan protokol ketat. Kegiatan yang menimbulkan kerumunan dibatasi, dan masyarakat dihimbau untuk melakukan ibadah di rumah masing-masing, termasuk saat merayakan hari besar keagamaan.
Pemerintah dan tenaga medis tak henti-hentinya mengkampanyekan kepada masyarakat perlunya penerapan protokol kesehatan. Istilah 3M dilakukan: memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan.
Peran aktif masyarakat penting untuk mencegah penularan virus. Di lingkungan tempat tinggal saya, warga bergotong-royong secara rutin melakukan penyemprotan disinfektan.

Tahun 2021, vaksin ditemukan. Kelompok-kelompok prioritas mendapatkan vaksinasi tahap awal. Seperti petugas kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan COVID-19, mereka yang kontak erat dengan pasien, petugas pelayan publik, dan kemudian masarakat umum.
Kesuksesan vaksinasi dipengaruhi oleh tiga faktor kunci. Yakni vaksin itu sendiri (riset, penyediaan, dan distribusi), tenaga kesehatan sebagai garda terdepan, dan peran serta masyarakat.
“Dalam tatanan implementasi program, para pihak terkait harus dapat memahami bergam pengalaman dan perspektif yang ada masyarakat serta berupaya agar masyarkat dapat merespon program secara positif sehingga dengan sukarela melaksanakan vaksinasi.” (kemkes.go.id)
Pentingnya Imunisasi Lengkap
Imunisasi lengkap menjadi hal penting untuk mengatasi pandemi. Pemberian vaksin dosis 1, dosis 2, dan booster sedang dan terus diberikan kepada seluruh masyarakat.
Sempat timbul pertanyaan di pikiran saya. Kenapa kita tidak cukup hanya divaksin satu kali saja, tapi perlu mendapatkan beberapa kali suntikan dalam jangka waktu yang ditentukan.
Rupanya saat kita disuntik vaksin, maka kekebalan tubuh akan meningkat. Namun seiring berjalannya waktu, tingkat kekebalan itu akan mengalami penurunan. Makanya perlu dilakukan vaksinasi beberapa kali.
Imunisasi lengkap akan meningkatkan dan mempertahankan konsentrasi antibodi tetap tinggi dan lebih lama. Selain itu juga memberikan perlindungan lebih lama terhadap bahaya penyakit menular.

Saya sendiri sudah tiga kali menerima vaksin COVID-19 ini. Vaksin pertama di bulan Juli 2021, vaksin kedua pada Agustus 2021, dan vaksin ketiga atau booster pada bulan Februari 2022 yang lalu.
Setelah divaksin pertama dan kedua, saya merasakan kantuk yang lebih dari biasanya. Sedangkan setelah divaksin booster, saya sempat demam selama 1 hari dan timbul rasa nyeri di sekitar lengan yang disuntik.
Reaksi tubuh terhadap vaksin pada setiap orang bisa berbeda-beda. Reaksi yang dikenal dengan istilah KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) ini adalah hal wajar terjadi akibat reaksi alamiah tubuh dalam membentuk antibodi.
Pembelajaran Tatap Muka dan Mudik Lebaran
Beberapa waktu lalu pembelajaran tatap muka (PTM) telah dimulai. Anak-anak sudah kembali belajar di sekolah, setelah sekian lama melakukan pembelajaran jarak jauh.
Kegiatan PTM dipandang lebih efektif dibanding dengan sistem daring. Namun di sisi lain, kegiatan ini juga menjadikan anak rawan terpapar virus, baik pada saat belajar di kelas maupun saat perjalanan berangkat dan pulang ke rumah. Kasus penularan virus saat pembelajaran tatap muka terjadi di beberapa tempat.
Karenanya ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, penerapan protokol kesehatan perlu dilakukan dengan disiplin. Masker harus selalu dipakai dengan cara yang benar. Juga mencuci tangan dengan sanitizer atau sabun.
Kedua, anak-anak juga perlu mendapat imunisasi untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Imunisasi adalah hak yang wajib diberikan kepada mereka.
Selain pebelajaran tatap muka, beberapa minggu ke depan akan ada momen mudik lebaran. Tidak seperti tahun 2020 dan 2021, mudik lebaran tahun 2022 ini diizinkan mengingat kasus COVID-19 yang terus menurun dan capaian imunisasi yang terus meningkat.
Namun demikian, kita harus tetap waspada karena risiko penularan masih sangat mungkin terjadi. Pandemi hingga saat ini juga belum berakhir. Untuk itulah kita perlu mempersiapkan diri agar mudik lebaran tetap bejalan aman. Imunisasi lengkap menjadi hal penting yang perlu dilakukan untuk memastikan tubuh kita kebal lebih terhadap virus.
Pelaku perjalanan saat mudik lebaran harus sudah divaksin. Pelaku perjalanan dalam negeri yang sudah mendapatkan vaksin ketiga, maka tidak perlu melakukan test. Sedangkan yang sudah mendapat vaksin kedua, perlu untuk membawa bukti tes antigen 1×24 jam atau PCR 3×24 jam. Kemudian yang baru mendapatkan vaksin pertama, wajib tes PCR 3×24 jam.
Syarat vaksinasi untuk mudik lebaran tersebut tak seharusnya menjadi beban bagi kita. Sebaliknya, kita perlu berpikir positif bahwa hal ini memang baik manfaatnya bagi kesehatan diri kita sendiri.
Manfaatkan waktu yang ada sat ini untuk mendapatkan imunisasi lengkap sesegera mungkin. Banyak instansi baik pemerintah maupun swasta yang menyediakan program imunisasi ini. Selain itu kita juga tidak perlu membayar alias gratis.
Ingat, keberhasilan vaksinasi dipengaruhi oleh tiga faktor kunci. Faktor tersebut yaitu vaksin, tenaga kesehatan sebagai garda terdepan, dan peran serta masyarakat. Ketika vaksin dan tenaga kesehatan sudah tersedia, maka partisipasi masyarakat juga perlu dibutuhkan.

Kesadaran kita untuk mendapatkan imunisasi secara lengkap menjadi kunci penting untuk segera melewati pandemi ini. Imunisasi lengkap tidak hanya untuk COVID-19 saja. Kita juga perlu mendapatkan imunisasi sejak dini untuk campak, rubella, difteri, polio, tetanus, Hepatitis B, dan penyakit lainnya.
Ayo lengkapi imunisasi anak, cucu,keponakan agar terhindar dari sakit berat, cacat atau meninggal dunia!
Referensi:
– Materi presentasi temu blogger dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia
– https://farmalkes.kemkes.go.id/2021/01/triple-helix-key-factors-menuju-sukses-vaksinasi-covid-19/