Kereta api menjadi salah satu moda kendaraan favorit di negeri ini. Pelayanan yang diberikan semakin membaik dari tahun ke tahun, membuat banyak penumpang tidak lagi menganggap kereta api sebagai kendaraan kelas bawah. Keistimewaan lainnya, kita bisa menikmati keindahan pemandangan di sepanjang perjalanan.
Jam 9 pagi itu, artinya masih tiga puluh menit sebelum jadwal keberangkatan kereta. Suasana stasiun relatif sepi, tak banyak calon penumpang yang saya lihat. Setelah membayar tiket untuk tujuan Batu Tabal, saya menunggu bersama beberapa penumpang lainnya.
Akhirnya kereta itu tiba. Beberapa penumpang turun dari keempat gerbongnya. Lalu berganti dengan penumpang lain yang masuk ke gerbong. Tidak banyaknya penumpang pagi itu membuat saya leluasa memilih tempat duduk, hingga akhirnya saya lebih memilih salah satu kursi di gerbong paling belakang kereta api.
09.30, kereta api kelas ekonomi itu mulai bergerak meninggalkan Stasiun Sawahlunto. Memori belasan tahun silam pun muncul, saat saya untuk pertama kali naik kereta ekonomi dari Senen menuju Poncol, Semarang. Dari tempat duduk di bagian kanan dekat jendela, saya melihat pemandangan stasiun yang kemudian berganti dengan pasar tradisional, masjid, rumah-rumah penduduk dan kemudian keadaan mendadak gelap gulita karena kereta masuk terowongan.
Baca juga: Semalam di Baduy
Selepas dari terowongan, pemandangan berganti dengan suasana desa perbukitan dengan banyaknya pepohonan hijau yang menyegarkan mata. Saya mulai memerhatikan situasi di dalam gerbong yang cukup lengang. Beberapa penumpang mengisi waktu dengan cara mereka sendiri. Seorang wanita bule dengan kamera di tangannya berada di seberang kiri saya. Ia terus mengarahkan mata keluar jendela menikmati pemandangan sambil sesekali mengabadikannya dengan jepretan.
Tidak adanya pedagang asongan yang berjualan di kereta membuat saya tanpa was-was meninggalkan tas di kursi dan mulai berjalan-jalan di dalam gerbong kereta. Di ujung sana dua pria tengah berbincang berhadap-hadapan, sementara seorang wanita di kursi lain sedang membaca majalah. Seorang pria lain menikmati perjalanan dengan tidur, dengan kedua kaki diluruskan menyeberang tempat duduk di depannya.
Setelah melewati dan berhenti sejenak di beberapa stasiun kecil, sekitar jam 10.30 kereta berhenti di Stasiun Solok beberapa menit. Selepas stasiun Solok, pemandangan di luar kereta juga tak kalah indahnya untuk dinikmati. Sawah-sawah luas terhampar, dengan dilatarbelakangi bukit-bukit hijau. Agak jauh di sana, Gunung Marapi terlihat cukup jelas.
Berada di Singkarak, pemandangan menakjubkan pun hadir. Di sebelah kiri kereta saya tak henti-hentinya berdecak kagum menyaksikan Danau Singkarak dengan airnya yang tenang dan berwarna biru keperakan. Sebuah jalan raya berada di antara jalur kereta dan danau, mengingatkan saya kepada balap sepeda Tour de Singkarak yang melintasi jalan itu.
Setelah dua jam perjalanan dari Sawahlunto, kereta api akhirnya tiba di Stasiun Batu Tabal. Perjalanan yang begitu memikat bagi saya, yang menyajikan sebagian keindahan bumi Sumatera Barat.
ini tahun berapa? rute stasiun mana ke mana? perlintasan jalan lintas sumatera masih ada kah setelah jalan diperbaiki?